Pengadilan (Cerpen)
Akprilia Eka Setyaningrum
November 01, 2016
0 Comments
Pengadilan
Verissa dan Velissa adalah dua orang bersaudara kembar, umurnya 16 tahun, mereka duduk di kelas XI. Mereka bersekolah di SMA Mentari, sekolah tersebut terletak di wilayah yang cukup elite, dipinggir barat Jakarta. Velissa adalah anak yang agak tomboi, tapi dia tetap telihat anggun dan cantik. Hobinya juga banyak, dia suka main PSP, menonton televisi, browsing internet, dan olahraga. Velissa menyukai olahraga-olahraga yang cukup berat, seperti memanjat, basket, senam, renang, dan taekwondo. Velissa anggota tim basket dan menjabat sebagai ketua technology club. Velissa lebih cocok dipanggil anak ‘Hi-tech’, dibandingkan dengan Verissa karena lebih mengerti semua tentang dunia maya, dan elektronik. Verissa dan Velissa juga mempunyai perbedaan dan persamaan. Persamaan mereka adalah warna mata mereka biru kehijauan, kulit mereka sama putih bersih. Hanya saja, rambut Velissa bewarna pirang, sedangkan Verissa berwarna coklat keemasan. Keduanya sama-sama pandai menari tarian klasik. Keluarga mereka merupakan keluarga yang sangat terpandang.
Hari ini si kembar Verissa dan Velissa akan jalan-jalan ke Crystal Galerry dan taman buah, karena liburan musim panas masih tersisa dua bulan lebih. Mereka akan melihat pameran Kristal ternama dan mencari kristal yang terbaik serta mahal untuk dijadikan liontin kalung.
“Liss, liat deh…kristal ini bagus, ya?!” pekik Verissa sambil menunjuk sebuah kristal dalam etalase kaca.
Kristal itu ada sepasang, warnanya merah maroon dan warna apa saja tersedia di Crystal Galerry. Akhirnya, si Kembar menemukan juga kristal yang sepasang. Kristal yang cocok untuk dijadikan liontin pada kalung mereka masing-masing, kalung tersebut akan dijadikan tanda persaudaraan sekaligus persahabatan yang erat.
Kristal itu berbentuk prisma segila lima. Verissa memilih warna hijau jernih, sedangkan Velissa warna biru berkilauan. Mereka dapat menukar kedua kristal tersebut ke Crystal Gallery jika sudah bosan.
Keesokkan harinya mereka masih libur, mereka bingung mau melakukan apa. “ Liss, kan kamu sudah pandai mengendarai mobil, ajari aku, dong!” pinta Verissa.
“Hmm…untuk apa?” tanya Velissa.
“ Yah…kalau sewaktu-waktu perlu, ketika ibu dan ayah di luar negeri dan supir kita Pak Joe tidak ada, apalagi kalau kamu sedang dalam keadaan tidak baik,” jelas Verissa.
“Bagaimana, ya?!” gumam Velissa.
“Ayolah ….” Ujar Verissa.
“Tapi, aku kan belum punya SIM!” tegas Velissa lembut.
“ Ayolah, hanya di sekitar kompleks saja, kok! Pasti tidak ada polisi lalu lintas!” bujuk Verissa
“Uhh…baiklah, Verissa. Tapi ….”
“Ayolah! Cepat!” sergah Verissa tak sabar sambil menarik tangan Velissa.
Kembaran adalah guru terbaik bagi Verissa!
“Oke, pada tahun lalu, kamu sudah pernah belajar menyalakan mesin mobil, mengoper porsneling, mengegas dan mengeremkan?” tanya Velissa.
“Ya!” ujar Verissa sambil memasukkan kunci mobil, lalu menyalakan mesin mobil.
“sekarang, coba praktikkan sedikit saja,” kata Velissa.
Dengan senang hati Verissa langsung menyalakan mobil, mengoper porsneling, kemudian menjalankan mobil ke depan perlahan, lalu memutarkan mobil. Kemudian, memberhentikan kembali ke depan taman patung dekat pintu utama rumah mereka.
“Hmmm..baiklah, sekarang kita perlancar, aku duduk di samping, ya!” Kata Velissa, diikuti anggukan Verissa.
“Verissa lalu mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, berputar-putar di dalam pekarangan depan rumah.
“Oh, Riss, kamu cukup lancar” puji Velissa.
“Aku mau keluar dari pekarangan rumah sekarang, ya?!” pinta Verissa.
“Uh..aku khawatir nih…” belum selesai Velissa berucap, Verissa sudah memberi aba-aba kepada satpam rumah mereka yaitu Pak Robbie untuk membuka pintu gerbang utama rumah keluarga mereka.
Pak Robbie beranjak dari tempat duduknya, tetapi belum membukakan gerbang. “Nona ingin kemana?” tanya Pak Robbie denga cemas.
“Aku ingin melancarkan mengandarai mobil,” jelas Verissa.
“Oh, ya! Tapi … apakah Nona sudah meminta izin kepada Tuan Alex dan Nyonya Rachel, saya khawatir terjadi apa-apa di luar sana,” kata Tuan Robbie. “Apa Nona tidak mau didampingi pelayan lain? Atau sebaliknya, Nona berkendara di sekitar pekarangan rumah saja,” saran Pak Robbie.
“Ayolah Pak Robbie, aku sangat ingin bisa mengendarai mobil ini” pinta Verissa.
“Tetapi saya takut dimarahi oleh Tuan Alex dan Nyonya Rachel karena Nona belum lancar mengendarai mobil. Saya khawatir…” timpal Pak Robbie.
"Nah...karena itu, aku ingin melancarkannya. Kalau terjadi apa-apa, aku akan menanggungnya" bujuk Verissa.
"Baiklah, tetapi jangan terlalu lama, Nona. Takutnya, Tuan Alex mencari-cari Nona berdua," kata Pak Robbie mengalah.
Dengan berat hati, akhirnya Pak Robbie membukakan pintu gerbang, dan membiarkan Verissa mengendarai mobil keluar rumah.
Beberapa saat kemudian, si kembar sudah sampai di taman dengan mobil yang dikendarai oleh Verissa. Mereka mengelilingi taman itu, belum selesai satu putaran tiba-tiba, "brukkk!" terdengar suara benturan. Verissa dan Velissa kaget. Kepala mereka hampir terpentok, namun karena sudah belajar cara menyelamatkan kepala dari benturan mereka aman.
"Aduhh...kalian ini mengendarai mobil dengan mata atau tidak?!" sungut seorang anak lelaki yang kira-kira berumur 16 tahun sama seperti dengan Verissa dan Velissa.
Verissa kaget, ternyata dia telah menabrak seseorang hingga orang itu terjatuh. "Maaf, aku benar-benar tidak sengaja!" seru Verissa sambil membuka mobil dan berjalan mendekati orang yang tertabrak tadi.
"Seharusnya, kamu ngendarai mobil dengan hati-hati!" seru anak itu kesal dan seperti menahan sakit dibagian kaki dan perutnya. Verissa dan Velissa masih diam dengan pikiran tidak menentu. "Aku tidak mau tahu! kakiku luka dan perutku sakit sekali, kamu harus ganti rugi" ujar anak itu lagi.
Selang beberapa waktu, suara sirine mobil polisi terdengar jelas.
"Ada apa ini?" tanya seorang polisi yang telah turun dari mobilnya.
"Dia menabrak saya, Pak!" ujar anak itu.
"Tapi saya tidak sengaja, Pak! Tiba-tiba saja dia muncul." Verissa membela diri.
"Sudah-sudah, Nona ... lebih baik kamu bawa dia ke rumah sakit dan beri tahu orang tuamu untuk mengantarnya ke rumah sakit," saran pak polisi.
"Tidak, Pak! Saya ingin minta ganti rugi atau ke pengadilan saja!" ujar si Korban.
"Baik, dik. Namamu siapa?" tanya pak polisi.
"Nama saya Robert" jawab anak itu gugup.
"Saya sudah mengenal anak ini! Dia anak baik, mereka adalah anak dari Pak Alex dan Bu Rachel" jelas pak polisi. "Namun, baiklah karena ini urusan hukum. Dan kamu Robert, ini kartu nama saya. Jika kalian telah memutuskan untuk ke pengadilan, silakan hubungi saya," jelas beliau.
Nama pak polisi itu adalah Pak Henry.
"Robert, sekarang mari ikut aku dan saudaraku ke rumah sakit," kata Velissa. Robert mengikuti dengan wajah cemberut dan kesakitan.
Tidaklah terlalu lama untuk tiba di rumah sakit karena jarak rumah sakit dengan taman tempat bermain sangat dekat, Verissa dan Velissa menjelaskan kepada ayah dan ibunya yang sudah menunggu di rumah sakit.
Ketika masuk ke ruang tindakan pertama. luka Robert langsung diperiksa dan diobati, kemudian kakinya baru dirontgen. Mereka menunggu sekitar dua puluh menit untuk mengetahui hasilnya.
Pintu ruang pemeriksaan hasil rontgen terbuka, muncullah seorang dokter laki-laki. "Pak Alex hasilnya luka kakinya tidak begitu parah, hanya luka-luka yang dapat segera sembuh karena terbaret aspal dan memar dan itu dapat segera sembuh dengan cepat" jelas dokter itu.
"Syukurlah" ucap ibu Verissa dan Velissa.
Kemudian, mereka keluar dari rumah sakit. "Baiklah Robert, semuanya sudah jelas bahwa kakimu dapat segera sembuh dan ... " belum selesai Pak Alex berbicara.
"Ya, memang! Tapi, jika tidak mendapatkan penggantian uang, aku ingin ke pengadilan karena waktuku jadi tersita dan telah rugi karena kalian tidak peduli! Aku pokoknya ingin ke pengadilan! Kalau tidak, aku akan menyalahkan kalian terlebih dahulu" ancam Robert sambil menunjuk Verissa.
"Baiklah, Robert. Tampaknya kamu punya niat tidak baik" jawab Pak Alex.
"Huh, aku akan ke kantor kepolisian melapor tentang perlakuan ini!" dengus Robert sambil keluar rumah sakit serta membawa dendam.
Ibu Verissa dan Velissa yaitu Nyonya Rachel tidak langsung menelpon Pak Henry, karena si kembar sedang terlibat konflik mulai dari keluar rumah sakit hingga tiba di rumah.
"Sudah ku bilangkan, belajarnya nanti saja!" ujar Velissa.
"Iya! tapi siapa yang mengira ini akan terjadi?!" bantah Verissa.
"Kalau kamu mendengarkanku, kita tidak akan ada urusan ke pengadilan!" balas Velissa.
Pertengkaran berlangsung sengit. Hingga akhirnya keduanya lelah kemudian menutup perdebatannya dan mereka mencari jalan keluar akan masalah tersebut.
Di tempat lain, ayah dan ibu si kembar sedang bertengkar juga.
"Ini semua salahmu Rachel, mengapa kamu mengizinkan Verissa belajar mobil?!" kata Pak Alex.
"Kamu tahu kan, aku juga sedang sibuk meneruskan pekerjaanku di ruang kerja," bantah Bu Rachel.
"Kalau sudah begini, kita semua kena masalah!" ujar Pak Alex.
"Memang, tapi kan seharusnya kamu yang menuntun anak kita belajar mobil" bantah Bu Rachel.
"Aku juga sedang sibuk bekerja" jawab Pak Alex.
"Ayah! Ibu!" seru si kembar bersamaan.
"Kalian ini seperti anak kecil saja" ujar Verissa kepada Pak Alex dan Bu Rachel yang seketika terdiam.
"Aku dan Verissa saja sudah berbaikan, mengapa Ayah dan Ibu ikut-ikutan bertengkar?!" pekik Velissa.
" Sekarang, kita harus memikirkan jalan terbaik di pengadilan" lanjutnya Verissa.
"Kami berdua sepakat untuk ke pengadilan dengan Robert tentunya" kata Velissa.
Malam pun ibu si kembar Bu Rachel menelpon polisi dan meminta ke pengadilan. Pak Henry selaku polisi dan Bu Rachel pun berbicara sekitar 20 menit. Ketika itu Verissa dan Velissa sibuk dengan bermain PSP dan browsing sesuatu di internet untuk menghilangkan masalah mereka sejenak. Hingga akhirnya Bu Rachel mengakhiri pembicaraannya dengan Pak Henry dan memberitahu Verissa dan Velissa akan ke pengadilan besok pukul 5 sore.
Tak terasa esok hari pun telah tiba. Pagi-pagi sekali Verissa dan Velissa langsung beranjak ke kamar mandi. Mereka kemudian memakai baju santainya, lalu sarapan bersama kedua orang tuanya di ruang makan. Keluarga itu sarapan dengan menu sarapan yang cukup umum yaitu dua potong roti gandum, telur goreng, sosis, kentang, keju, pasta, dan minumnya orange juice.
Verissa dan Velissa melakukan kegiatan seperti biasa. Waktu terasa berjalan sangat lambat, namun akhirnya sudah pukul empat sore. Si kembar mengganti bajunya, kemudian langsung berangkat ke pengadilan pada pukul 16.15 menit.
Dag...dig...dug..., jantung Verissa berdebar sangat kencang, meski telinganya tak dapat mendengar detak jantung tersebut. Dalam perjalanan menuju ke pengadilan suasana sangat sunyi. Mereka semua berdoa dalam hati dengan kata-kata yang berbeda-beda, namun semua berharap agar jalannya sidang menjadi adil.
Di kantor pengadilan masih cukup sepi saat kelurga Verissa dan Velissa tiba di sana. Sidang akan dilaksanakan di ruang sidang anak-anak yang biasa digunakan untuk pengadilan perlakuan kenakalan anak-anak.
"Sidang hari ini dimulai, pihak penuntut Robert Julio , didampingi Ibu Lili. Sementara pihak saksi terdakwa, Verissa didampingi oleh Velissa dan pengacaranya Ibu Carla. Sidang ini dipimpin oleh hakim ketua dan didampingi para juri silakan duduk." jelas petugas yang membacakan hal-hal tersebut setiap kali pengadilan anak-anak digelar. Terdengar sedikit desisan dari suara orang-orang yang beralih dari berdiri menjadi duduk.
Jaksa membacakan tuntutannya. Robert Julio yang menjadi korban kecelakaan dan menuntut ganti rugi sebesar Rp. 200.000.000 karena kehilangan waktunya, kepada pelaku yang saat itu dengan sengaja menabrak korban yang sedang berjalan kaki di pinggir trotoar.
"Mengapa jadi begini?!Robert berjalan di trotoar?!" ucap Velissa kaget.
"Sepertinya ada kesalahan dalam tuntutan ini" kata Verissa menambahkan.
Seorang petugas di persidangan mencoba mendekati si Kembar agar tenang. Karena belum waktunya untuk saksi pelaku berbicara.
"Untuk pihak pembela Ibu Carla silakan berbicara" kata petugas pengadilan.
"Baiklah, si Kembar pun telah bertekad baik untuk membawa adik Robert Julio ke rumah sakit dan mengecek serta melakukan pengobatan. Dan juga sebetulnya tempat kejadian perkara kecelakaan ini bukan di trotoar, melainkan ia datang dari arah taman dan melangkah ke tengah jalan. Bukan salah si Kembar pula, karena dia tidak mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi" jelas Ibu Carla sebagai pengacara si kembar.
Hakim dan para juri sangat memperhatikan antara perbedaan sikap Robert yang hanya diam di tempat duduknya dengan gaya yang sangat memuakkan. Dia sangat sombong, seolah sangat yakin bahwa pihaknyalah yang akan memenangkan kasus tersebut. Sementara sifat Verissa dan Velissa yang tenang juga diam, namun sangat khawatir. Sikap mereka itu juga mempengaruhi kepercayaan pihak pengadilan.
Setelah sidang berjalan sekitar 45 menit, akhirnya hakim memutuskan untuk menunda sidangnya karena masih banyak bukti yang belum terkumpul dan masuk ke dalam pengadilan, baik dari kepolisian maupun saksi TKP. Hakim memukulkan palunya tiga kali, menandakan sidang selesai dan ditunda hingga besok pagi.
Ketika Verissa memasukkan map dan recorder ke dalam tas selempangnya. Setelah itu, dengan malas dia beranjak dari kursinya dan melihat-lihat ke penjuru ruang sidang. Verissa melihat Paman Andy, ia adalah pengacara yang sering berbohong dan ia pencuri di rumah Nyonya dan Tuan Wilson.
"Paman Andy berhasil melarikan diri dan ia berada di ruang sidang ini" Verissa meberitahu ayahnya.
"Lebih baik kita bicarakan di rumah saja" saran ibunya.
Keluarga tersebut berjalan meninggalkan pengadilan menuju tempat parkir mobil, namun ada beberapa wartawan yang sengaja mengambil foto keluarga tersebut yang baru saja keluar dari pengadilan.
"Tuan Alex, bagaimana kelanjutan dari sidang nanti, apakah putri kembar Anda akan bebas dari tuntutan jaksa?" tanya wartawan tersebut.
"Oh, tolong bantu doa ya. Mudah-mudahan keberuntungan ada pada keluarga kami, terimakasih" jawab Tuan Alex dan langsung masuk ke dalam mobil.
Sepulang dari pengadilan, Verissan dan Velissa mengganti pakaian, kemudian duduk di ruang keluarga bersama ayah dan ibunya. Walau tidak menghabiskan waktu lama, namun keluarga mereka terlihat sangat lelah dan tegang selesai mengikuti persidangan kenakalan anak. Verissa harus mengikuti program rehabilitasi anak. Ketakutan ini membuat keluarga mereka sangat khawatir, hingga harus berusaha mencari dan mendapatkan bukti ataupun saksi guna meringakan ataupun membebaskan si Kembar dari hukumannya.
Pagi hari pun cepat sekali tiba, membuat Verissa takut akan hukuman yang diberikan oleh hakim. Seperti biasa mereka hari itu harus melanjutkan sidang kemarin. Si kembar bingung akan apa yang harus dihadapinya di pengadilan ditambah dengan Verissa yang melihat Paman Andy ketika berada di ruang pengadilan kemarin.
"Liss, aneh ya kemarin kok ada Paman Andy" keluh Verissa.
"Mungkin kamu salah liat, atau hanya orang yang mirip dengan dia. Ya sudah mari kita berangkat ke pengadilan!" jawab Velissa.
Mereka pun sampai di pengadilan, Verissa merasakan hal yang aneh. Sebelum proses persidangan di mulai, Verissa pergi ke toilet untuk melegakan dirinya dengan mencuci muka dan menghela napas sekuat-kuatnya. Ketika menuju toilet Verissa melihat Paman Andy dan Robert, ternyata itu benar Paman Andy pengacara yang sering bohong dan sang pencuri di rumah keluarga Wilson.
Verissa mendengarkan perbincangan mereka, ternyata mereka bersekongkol untuk keluarga si Kembar supaya si Kembar mendapatkan hukuman sebesar-besarnya. Dalam perbincangan mereka, Verissa pun mengambil hp dan video kan mereka dalam merencanakan hal tersebut. Sebelum persidangan di mulai Verissa dan Velissa secara diam-diam memberitahukan kepada sang hakim tentang video yang Verissa rekam. Hakim pun percaya akan video yang Verissa rekam, dan menampilkannya ketika persidangan sedang bejalan.
Akhirnya Verissa dan Velissa tidak di kenakan hukuman ataupun denda, sebaliknya dengan Paman Andy dan Robert yang mendapatkan hukuman karena telah berbohong akan tuntutan yang tidak benar.
Verissa dan Velissa adalah dua orang bersaudara kembar, umurnya 16 tahun, mereka duduk di kelas XI. Mereka bersekolah di SMA Mentari, sekolah tersebut terletak di wilayah yang cukup elite, dipinggir barat Jakarta. Velissa adalah anak yang agak tomboi, tapi dia tetap telihat anggun dan cantik. Hobinya juga banyak, dia suka main PSP, menonton televisi, browsing internet, dan olahraga. Velissa menyukai olahraga-olahraga yang cukup berat, seperti memanjat, basket, senam, renang, dan taekwondo. Velissa anggota tim basket dan menjabat sebagai ketua technology club. Velissa lebih cocok dipanggil anak ‘Hi-tech’, dibandingkan dengan Verissa karena lebih mengerti semua tentang dunia maya, dan elektronik. Verissa dan Velissa juga mempunyai perbedaan dan persamaan. Persamaan mereka adalah warna mata mereka biru kehijauan, kulit mereka sama putih bersih. Hanya saja, rambut Velissa bewarna pirang, sedangkan Verissa berwarna coklat keemasan. Keduanya sama-sama pandai menari tarian klasik. Keluarga mereka merupakan keluarga yang sangat terpandang.
Hari ini si kembar Verissa dan Velissa akan jalan-jalan ke Crystal Galerry dan taman buah, karena liburan musim panas masih tersisa dua bulan lebih. Mereka akan melihat pameran Kristal ternama dan mencari kristal yang terbaik serta mahal untuk dijadikan liontin kalung.
“Liss, liat deh…kristal ini bagus, ya?!” pekik Verissa sambil menunjuk sebuah kristal dalam etalase kaca.
Kristal itu ada sepasang, warnanya merah maroon dan warna apa saja tersedia di Crystal Galerry. Akhirnya, si Kembar menemukan juga kristal yang sepasang. Kristal yang cocok untuk dijadikan liontin pada kalung mereka masing-masing, kalung tersebut akan dijadikan tanda persaudaraan sekaligus persahabatan yang erat.
Kristal itu berbentuk prisma segila lima. Verissa memilih warna hijau jernih, sedangkan Velissa warna biru berkilauan. Mereka dapat menukar kedua kristal tersebut ke Crystal Gallery jika sudah bosan.
Keesokkan harinya mereka masih libur, mereka bingung mau melakukan apa. “ Liss, kan kamu sudah pandai mengendarai mobil, ajari aku, dong!” pinta Verissa.
“Hmm…untuk apa?” tanya Velissa.
“ Yah…kalau sewaktu-waktu perlu, ketika ibu dan ayah di luar negeri dan supir kita Pak Joe tidak ada, apalagi kalau kamu sedang dalam keadaan tidak baik,” jelas Verissa.
“Bagaimana, ya?!” gumam Velissa.
“Ayolah ….” Ujar Verissa.
“Tapi, aku kan belum punya SIM!” tegas Velissa lembut.
“ Ayolah, hanya di sekitar kompleks saja, kok! Pasti tidak ada polisi lalu lintas!” bujuk Verissa
“Uhh…baiklah, Verissa. Tapi ….”
“Ayolah! Cepat!” sergah Verissa tak sabar sambil menarik tangan Velissa.
Kembaran adalah guru terbaik bagi Verissa!
“Oke, pada tahun lalu, kamu sudah pernah belajar menyalakan mesin mobil, mengoper porsneling, mengegas dan mengeremkan?” tanya Velissa.
“Ya!” ujar Verissa sambil memasukkan kunci mobil, lalu menyalakan mesin mobil.
“sekarang, coba praktikkan sedikit saja,” kata Velissa.
Dengan senang hati Verissa langsung menyalakan mobil, mengoper porsneling, kemudian menjalankan mobil ke depan perlahan, lalu memutarkan mobil. Kemudian, memberhentikan kembali ke depan taman patung dekat pintu utama rumah mereka.
“Hmmm..baiklah, sekarang kita perlancar, aku duduk di samping, ya!” Kata Velissa, diikuti anggukan Verissa.
“Verissa lalu mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, berputar-putar di dalam pekarangan depan rumah.
“Oh, Riss, kamu cukup lancar” puji Velissa.
“Aku mau keluar dari pekarangan rumah sekarang, ya?!” pinta Verissa.
“Uh..aku khawatir nih…” belum selesai Velissa berucap, Verissa sudah memberi aba-aba kepada satpam rumah mereka yaitu Pak Robbie untuk membuka pintu gerbang utama rumah keluarga mereka.
Pak Robbie beranjak dari tempat duduknya, tetapi belum membukakan gerbang. “Nona ingin kemana?” tanya Pak Robbie denga cemas.
“Aku ingin melancarkan mengandarai mobil,” jelas Verissa.
“Oh, ya! Tapi … apakah Nona sudah meminta izin kepada Tuan Alex dan Nyonya Rachel, saya khawatir terjadi apa-apa di luar sana,” kata Tuan Robbie. “Apa Nona tidak mau didampingi pelayan lain? Atau sebaliknya, Nona berkendara di sekitar pekarangan rumah saja,” saran Pak Robbie.
“Ayolah Pak Robbie, aku sangat ingin bisa mengendarai mobil ini” pinta Verissa.
“Tetapi saya takut dimarahi oleh Tuan Alex dan Nyonya Rachel karena Nona belum lancar mengendarai mobil. Saya khawatir…” timpal Pak Robbie.
"Nah...karena itu, aku ingin melancarkannya. Kalau terjadi apa-apa, aku akan menanggungnya" bujuk Verissa.
"Baiklah, tetapi jangan terlalu lama, Nona. Takutnya, Tuan Alex mencari-cari Nona berdua," kata Pak Robbie mengalah.
Dengan berat hati, akhirnya Pak Robbie membukakan pintu gerbang, dan membiarkan Verissa mengendarai mobil keluar rumah.
Beberapa saat kemudian, si kembar sudah sampai di taman dengan mobil yang dikendarai oleh Verissa. Mereka mengelilingi taman itu, belum selesai satu putaran tiba-tiba, "brukkk!" terdengar suara benturan. Verissa dan Velissa kaget. Kepala mereka hampir terpentok, namun karena sudah belajar cara menyelamatkan kepala dari benturan mereka aman.
"Aduhh...kalian ini mengendarai mobil dengan mata atau tidak?!" sungut seorang anak lelaki yang kira-kira berumur 16 tahun sama seperti dengan Verissa dan Velissa.
Verissa kaget, ternyata dia telah menabrak seseorang hingga orang itu terjatuh. "Maaf, aku benar-benar tidak sengaja!" seru Verissa sambil membuka mobil dan berjalan mendekati orang yang tertabrak tadi.
"Seharusnya, kamu ngendarai mobil dengan hati-hati!" seru anak itu kesal dan seperti menahan sakit dibagian kaki dan perutnya. Verissa dan Velissa masih diam dengan pikiran tidak menentu. "Aku tidak mau tahu! kakiku luka dan perutku sakit sekali, kamu harus ganti rugi" ujar anak itu lagi.
Selang beberapa waktu, suara sirine mobil polisi terdengar jelas.
"Ada apa ini?" tanya seorang polisi yang telah turun dari mobilnya.
"Dia menabrak saya, Pak!" ujar anak itu.
"Tapi saya tidak sengaja, Pak! Tiba-tiba saja dia muncul." Verissa membela diri.
"Sudah-sudah, Nona ... lebih baik kamu bawa dia ke rumah sakit dan beri tahu orang tuamu untuk mengantarnya ke rumah sakit," saran pak polisi.
"Tidak, Pak! Saya ingin minta ganti rugi atau ke pengadilan saja!" ujar si Korban.
"Baik, dik. Namamu siapa?" tanya pak polisi.
"Nama saya Robert" jawab anak itu gugup.
"Saya sudah mengenal anak ini! Dia anak baik, mereka adalah anak dari Pak Alex dan Bu Rachel" jelas pak polisi. "Namun, baiklah karena ini urusan hukum. Dan kamu Robert, ini kartu nama saya. Jika kalian telah memutuskan untuk ke pengadilan, silakan hubungi saya," jelas beliau.
Nama pak polisi itu adalah Pak Henry.
"Robert, sekarang mari ikut aku dan saudaraku ke rumah sakit," kata Velissa. Robert mengikuti dengan wajah cemberut dan kesakitan.
Tidaklah terlalu lama untuk tiba di rumah sakit karena jarak rumah sakit dengan taman tempat bermain sangat dekat, Verissa dan Velissa menjelaskan kepada ayah dan ibunya yang sudah menunggu di rumah sakit.
Ketika masuk ke ruang tindakan pertama. luka Robert langsung diperiksa dan diobati, kemudian kakinya baru dirontgen. Mereka menunggu sekitar dua puluh menit untuk mengetahui hasilnya.
Pintu ruang pemeriksaan hasil rontgen terbuka, muncullah seorang dokter laki-laki. "Pak Alex hasilnya luka kakinya tidak begitu parah, hanya luka-luka yang dapat segera sembuh karena terbaret aspal dan memar dan itu dapat segera sembuh dengan cepat" jelas dokter itu.
"Syukurlah" ucap ibu Verissa dan Velissa.
Kemudian, mereka keluar dari rumah sakit. "Baiklah Robert, semuanya sudah jelas bahwa kakimu dapat segera sembuh dan ... " belum selesai Pak Alex berbicara.
"Ya, memang! Tapi, jika tidak mendapatkan penggantian uang, aku ingin ke pengadilan karena waktuku jadi tersita dan telah rugi karena kalian tidak peduli! Aku pokoknya ingin ke pengadilan! Kalau tidak, aku akan menyalahkan kalian terlebih dahulu" ancam Robert sambil menunjuk Verissa.
"Baiklah, Robert. Tampaknya kamu punya niat tidak baik" jawab Pak Alex.
"Huh, aku akan ke kantor kepolisian melapor tentang perlakuan ini!" dengus Robert sambil keluar rumah sakit serta membawa dendam.
Ibu Verissa dan Velissa yaitu Nyonya Rachel tidak langsung menelpon Pak Henry, karena si kembar sedang terlibat konflik mulai dari keluar rumah sakit hingga tiba di rumah.
"Sudah ku bilangkan, belajarnya nanti saja!" ujar Velissa.
"Iya! tapi siapa yang mengira ini akan terjadi?!" bantah Verissa.
"Kalau kamu mendengarkanku, kita tidak akan ada urusan ke pengadilan!" balas Velissa.
Pertengkaran berlangsung sengit. Hingga akhirnya keduanya lelah kemudian menutup perdebatannya dan mereka mencari jalan keluar akan masalah tersebut.
Di tempat lain, ayah dan ibu si kembar sedang bertengkar juga.
"Ini semua salahmu Rachel, mengapa kamu mengizinkan Verissa belajar mobil?!" kata Pak Alex.
"Kamu tahu kan, aku juga sedang sibuk meneruskan pekerjaanku di ruang kerja," bantah Bu Rachel.
"Kalau sudah begini, kita semua kena masalah!" ujar Pak Alex.
"Memang, tapi kan seharusnya kamu yang menuntun anak kita belajar mobil" bantah Bu Rachel.
"Aku juga sedang sibuk bekerja" jawab Pak Alex.
"Ayah! Ibu!" seru si kembar bersamaan.
"Kalian ini seperti anak kecil saja" ujar Verissa kepada Pak Alex dan Bu Rachel yang seketika terdiam.
"Aku dan Verissa saja sudah berbaikan, mengapa Ayah dan Ibu ikut-ikutan bertengkar?!" pekik Velissa.
" Sekarang, kita harus memikirkan jalan terbaik di pengadilan" lanjutnya Verissa.
"Kami berdua sepakat untuk ke pengadilan dengan Robert tentunya" kata Velissa.
Malam pun ibu si kembar Bu Rachel menelpon polisi dan meminta ke pengadilan. Pak Henry selaku polisi dan Bu Rachel pun berbicara sekitar 20 menit. Ketika itu Verissa dan Velissa sibuk dengan bermain PSP dan browsing sesuatu di internet untuk menghilangkan masalah mereka sejenak. Hingga akhirnya Bu Rachel mengakhiri pembicaraannya dengan Pak Henry dan memberitahu Verissa dan Velissa akan ke pengadilan besok pukul 5 sore.
Tak terasa esok hari pun telah tiba. Pagi-pagi sekali Verissa dan Velissa langsung beranjak ke kamar mandi. Mereka kemudian memakai baju santainya, lalu sarapan bersama kedua orang tuanya di ruang makan. Keluarga itu sarapan dengan menu sarapan yang cukup umum yaitu dua potong roti gandum, telur goreng, sosis, kentang, keju, pasta, dan minumnya orange juice.
Verissa dan Velissa melakukan kegiatan seperti biasa. Waktu terasa berjalan sangat lambat, namun akhirnya sudah pukul empat sore. Si kembar mengganti bajunya, kemudian langsung berangkat ke pengadilan pada pukul 16.15 menit.
Dag...dig...dug..., jantung Verissa berdebar sangat kencang, meski telinganya tak dapat mendengar detak jantung tersebut. Dalam perjalanan menuju ke pengadilan suasana sangat sunyi. Mereka semua berdoa dalam hati dengan kata-kata yang berbeda-beda, namun semua berharap agar jalannya sidang menjadi adil.
Di kantor pengadilan masih cukup sepi saat kelurga Verissa dan Velissa tiba di sana. Sidang akan dilaksanakan di ruang sidang anak-anak yang biasa digunakan untuk pengadilan perlakuan kenakalan anak-anak.
"Sidang hari ini dimulai, pihak penuntut Robert Julio , didampingi Ibu Lili. Sementara pihak saksi terdakwa, Verissa didampingi oleh Velissa dan pengacaranya Ibu Carla. Sidang ini dipimpin oleh hakim ketua dan didampingi para juri silakan duduk." jelas petugas yang membacakan hal-hal tersebut setiap kali pengadilan anak-anak digelar. Terdengar sedikit desisan dari suara orang-orang yang beralih dari berdiri menjadi duduk.
Jaksa membacakan tuntutannya. Robert Julio yang menjadi korban kecelakaan dan menuntut ganti rugi sebesar Rp. 200.000.000 karena kehilangan waktunya, kepada pelaku yang saat itu dengan sengaja menabrak korban yang sedang berjalan kaki di pinggir trotoar.
"Mengapa jadi begini?!Robert berjalan di trotoar?!" ucap Velissa kaget.
"Sepertinya ada kesalahan dalam tuntutan ini" kata Verissa menambahkan.
Seorang petugas di persidangan mencoba mendekati si Kembar agar tenang. Karena belum waktunya untuk saksi pelaku berbicara.
"Untuk pihak pembela Ibu Carla silakan berbicara" kata petugas pengadilan.
"Baiklah, si Kembar pun telah bertekad baik untuk membawa adik Robert Julio ke rumah sakit dan mengecek serta melakukan pengobatan. Dan juga sebetulnya tempat kejadian perkara kecelakaan ini bukan di trotoar, melainkan ia datang dari arah taman dan melangkah ke tengah jalan. Bukan salah si Kembar pula, karena dia tidak mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi" jelas Ibu Carla sebagai pengacara si kembar.
Hakim dan para juri sangat memperhatikan antara perbedaan sikap Robert yang hanya diam di tempat duduknya dengan gaya yang sangat memuakkan. Dia sangat sombong, seolah sangat yakin bahwa pihaknyalah yang akan memenangkan kasus tersebut. Sementara sifat Verissa dan Velissa yang tenang juga diam, namun sangat khawatir. Sikap mereka itu juga mempengaruhi kepercayaan pihak pengadilan.
Setelah sidang berjalan sekitar 45 menit, akhirnya hakim memutuskan untuk menunda sidangnya karena masih banyak bukti yang belum terkumpul dan masuk ke dalam pengadilan, baik dari kepolisian maupun saksi TKP. Hakim memukulkan palunya tiga kali, menandakan sidang selesai dan ditunda hingga besok pagi.
Ketika Verissa memasukkan map dan recorder ke dalam tas selempangnya. Setelah itu, dengan malas dia beranjak dari kursinya dan melihat-lihat ke penjuru ruang sidang. Verissa melihat Paman Andy, ia adalah pengacara yang sering berbohong dan ia pencuri di rumah Nyonya dan Tuan Wilson.
"Paman Andy berhasil melarikan diri dan ia berada di ruang sidang ini" Verissa meberitahu ayahnya.
"Lebih baik kita bicarakan di rumah saja" saran ibunya.
Keluarga tersebut berjalan meninggalkan pengadilan menuju tempat parkir mobil, namun ada beberapa wartawan yang sengaja mengambil foto keluarga tersebut yang baru saja keluar dari pengadilan.
"Tuan Alex, bagaimana kelanjutan dari sidang nanti, apakah putri kembar Anda akan bebas dari tuntutan jaksa?" tanya wartawan tersebut.
"Oh, tolong bantu doa ya. Mudah-mudahan keberuntungan ada pada keluarga kami, terimakasih" jawab Tuan Alex dan langsung masuk ke dalam mobil.
Sepulang dari pengadilan, Verissan dan Velissa mengganti pakaian, kemudian duduk di ruang keluarga bersama ayah dan ibunya. Walau tidak menghabiskan waktu lama, namun keluarga mereka terlihat sangat lelah dan tegang selesai mengikuti persidangan kenakalan anak. Verissa harus mengikuti program rehabilitasi anak. Ketakutan ini membuat keluarga mereka sangat khawatir, hingga harus berusaha mencari dan mendapatkan bukti ataupun saksi guna meringakan ataupun membebaskan si Kembar dari hukumannya.
Pagi hari pun cepat sekali tiba, membuat Verissa takut akan hukuman yang diberikan oleh hakim. Seperti biasa mereka hari itu harus melanjutkan sidang kemarin. Si kembar bingung akan apa yang harus dihadapinya di pengadilan ditambah dengan Verissa yang melihat Paman Andy ketika berada di ruang pengadilan kemarin.
"Liss, aneh ya kemarin kok ada Paman Andy" keluh Verissa.
"Mungkin kamu salah liat, atau hanya orang yang mirip dengan dia. Ya sudah mari kita berangkat ke pengadilan!" jawab Velissa.
Mereka pun sampai di pengadilan, Verissa merasakan hal yang aneh. Sebelum proses persidangan di mulai, Verissa pergi ke toilet untuk melegakan dirinya dengan mencuci muka dan menghela napas sekuat-kuatnya. Ketika menuju toilet Verissa melihat Paman Andy dan Robert, ternyata itu benar Paman Andy pengacara yang sering bohong dan sang pencuri di rumah keluarga Wilson.
Verissa mendengarkan perbincangan mereka, ternyata mereka bersekongkol untuk keluarga si Kembar supaya si Kembar mendapatkan hukuman sebesar-besarnya. Dalam perbincangan mereka, Verissa pun mengambil hp dan video kan mereka dalam merencanakan hal tersebut. Sebelum persidangan di mulai Verissa dan Velissa secara diam-diam memberitahukan kepada sang hakim tentang video yang Verissa rekam. Hakim pun percaya akan video yang Verissa rekam, dan menampilkannya ketika persidangan sedang bejalan.
Akhirnya Verissa dan Velissa tidak di kenakan hukuman ataupun denda, sebaliknya dengan Paman Andy dan Robert yang mendapatkan hukuman karena telah berbohong akan tuntutan yang tidak benar.